Nafsu dan syahwat merupakan bagian dari anugrah yang telah
Allah berikan kepada manusia. Nikmat ini termasuk sarana dan fasilitas hidup
yang harus di syukuri dalam wujud ibadah dan khilafah manusia di bumi ini.
Allah berfirman, dalam Al-Qur’an surah Ali-Imran :14
“ Tidak dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa yang di inginkannya, yaitu wanita-wanita, anak-anak (para
pengikut/bawahan), harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan (alat
transfortasi), binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan
hidup di dunia. Dan di sisi Allah tempat kembali yang baik”
Siapa yang terbaik di sisi Allah dalam mengantisipasi hajat
duniawinya? Tentunya tidak bergantung pada banyak tidaknya kekayaan, tinggi
rendahnya status di masyarakat, atau sederhana megahnya sisi materi dunia
seseorang. Aspek ubudiyah manusia yang paling baik di sisi Allah hanyalah dari
ketaqwaannya; bagaimana seseorang dapat memainkan perannya sebaik-baiknya scenario
Allah, karena sarana dan pasilitas yang dinikmati manusia dalam hidupnya
semuanya dari Allah Subhana Wata’ala.
Bahayanya, jika hati manusia ini sudah terbelenggu penyakit
hati cinta dunia, kedudukan, popularitas, atau harta kekayaan. Syahwat dan
nafsunya_ yang secara tabi’i(alami) cenderung pada kejelekan_ akan
mengendalikan hatinya agar menjadi budak bagi semua yang dicintainya. Bagaimana
jika nafsu liar ini bebas memangsa dunia yang dicintainya? Akibatnya, bimbingan
hati nurani atas semua jasad akan lepas. Tidak aka nada lagi hidayah yang
membimbingnya, selain dorongan nafsu semata. Rasulallah Salallahu Alaihi
Wasallam bersabda:
“ Seseorang yang rakus harta dan jabatan akan lebih merusak
agamanya daripada dua binatang buas yang lapar dan dilepas diantara domba” (HR
Tarmidzi)
Demian halnya dengan pecinta popularitas yang mendambakan
setiap orang mengenal kebaikan atau kemahirannya, untuk mendapatkan status yang
lebih tinggi ditengah masyarakat. Rasulallah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda
:
“Cukuplah kejelekan seseorang jia dia menginginkan agar
orang-orang memberikan acungan jempol atau (kebaikan) dirinya, baik dalam
urusan agama maupun dalam urusan dunia, kecuali bagi orang-orang yang
mendapatkan pemeliharaan Allah" (HR Baihaqi)
Penyakit hati satu ini akan menyebabkan munculnya
penyakit-penyakit lainnya, seperti ‘ujub (merasa paling hebat ibadahnya), riya’(sombong),
dan terlalu bergantung pada amal kebaikannya sehingga lupa bahwa di antara
kebaikannya tersimpan banyak kesalahan. Lebih parah lagi jika penyakit dunia
dan status ini menyerang para pemuka agama. Agama akan dijadikan sarana untuk
mengumpulkan materi dan merebut simpati massa, yang pada gilirannya akan
mendorongnya menjadi budak nafsu yang menghalalkan segala cara.
Akan tetapi, bagi mereka yang mendapatkan penjagaan serta
pemeliharaan dari Allah, tentu saja tidak demikian. Bagi mereka dunia,
kedudukan,dan popularitas duniawi yang didapatkannya tidak akan pernah
menggusurnya hanyut dalam kerusakan; karena semua aspek duniawi yang mereka
peroleh tidak pernah mendapat tempat dihatinya. Mereka bahkan berkuasa mengatur
dan mengendalikan dunia sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi, para wali
dan para ulama yang shaleh.
Adapun penyebab munculnya penyakit ini antara lain sebagai
berikut ;
1.
Adanya perasaan bahwa jabatan tertentu akan
mempermudah meraih segala keinginan, meskipun dengan cara tidak sah.
2.
Kurang paham akan hakikat suatu jabatan. Jabatan
dipandang sebagai suatu hak yang harus direbut dari orang lain, dan
dipertahankan agar tidak jatuh kepada orang lain. Padahal, suatu jabatab adalah
amanah yang harus dipertanggungjawabkan,baik didunia maupun di akherat .
Rasulallah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“ Setiap pengembala akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya”
(HR Bukhari)
3.
Jabatan
atau popularitas dunia, oleh nafsunya, dianggap sebagai satu-satunya yang dapat
mneyenangkan .
Berikut beberapa cara untuk menyelamatkan hati dari penyakit
cinta dunia ini.
1.
Memahami bahayanya.
2.
Menghindari penyebabnya
3.
Meyakini bahwa semua persoalan duniawi akan
mengalami kehancuran.
4.
Menumbuhkan iman dan rasa takut kepada Allah
akan hari pertanggungjawaban amanah.
Ingat…!! Seorang pemimpin yang zalim akan mendapatkan siksaan yang
berlipat ganda dibandingkan dengan apa yang ditimpakan kepada rakyatnya. Dalam
Al-Quran, Allah menyebutkan pengaduan rakyat mengenai perilaku pemimpinnya:
“ Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin kami,
lalu mereka mnyesatkan kami dari jalan yang benar. Ya Tuhan kami, timpakanlah
mereka adzab dua lipat, dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS.
Al-Ahzab,67-68)
5.
Memahami bahwa kemuliaan hakiki adalah kemuliaan
disisi Allah
“Sesunggunya orang-orang yang
paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa.
(QS.Al-Hujurat:13)
6.
Bertawakal kepada Allah dengan banyan berdoa
kepadanya agar dunia dengan segala dinamikanya ini tidak merasuki hati, tetapi
hati mampu menguasainya;
“
Ya Allah, jadikanlah dunia ini dalam gengaman tanganku. Janganlah Kau jadikan
dunia ini dalam hatiku.”
Semoga Bermanfaat untuk pembaca budiman...
Jazzakallahu fiikum khoiron katsiron
0 komentar:
Posting Komentar