26 Okt 2013
Sebuah Penyesalan (Kisah Nyata)
Suamiku kini telah tiada dan penyesalanku yg terus ada
Ini adalah kisah nyata di kehidupanku
Seorang suami yg kucintai yang kini telah tiada
Begitu besar pengorbanan seorang suamiku pada keluargaku
Begitu tulus kasih sayangnya untukku dan anakku
Suamiku adalah seorang pekerja keras. Dia membangun segala
yang ada di keluarga ini dari nol besar hingga menjadi seperti saat ini.
Sesuatu yang kami rasa sudah lebih dari cukup.
Aku merasa sangat berdosa ketika teringat suamiku pulang
bekerja dan aku menyambutnya dengan amarah,tak kuberikan secangkir teh hangat
melainkan kuberikan segenggam luapan amarah.
Selalu kukatakan pada dia bahwa dia tak peduli padaku,tak
mengerti aku,dan selalu saja sibuk dengan pekerjaannya.
Tapi kini aku tahu.
Semua ucapanku selama ini salah.dan hanya menjadi
penyesalanku karena dia telah tiada.
Temannya mengatakan padaku sepeninggal kepergiannya. Bahwa
dia selalu membanggakan aku dan anakku di depan rekan kerjanya.
Dia berkata, “ Setiap kali kami ajak dia makan siang, mas
Anwar jarang sekali ikut kalau tidak penting sekali, alasannya slalu tak jelas.
Dan lain waktu aku sempat menanyakan kenapa dia jarang sekali mau makan siang,
dia menjawab, “ Aku belum melihat istriku makan siang dan aku belum melihat
anakku minum susu dengan riang.lalu bagaimana aku bisa makan siang.” Saat itu
tertegun,aku salut pada suamimu. Dia sosok yang sangat sayang pada keluarganya.
Suamimu bukan saja orang yang sangat sayang pada keluarga,tapi suamimu adalah
sosok pemimpin yang hebat. Selalu mampu memberikan solusi-solusi jitu pada
perusahaan.”
Aku menahan air mataku karena aku tak ingin menangis di
depan rekan kerja suamiku. Aku sedih karena saat ini aku sudah kehilangan sosok
yang hebat.
Teringat akan amarahku pada suamiku, aku selalu mengatakan
dia slalu menyibukkan diri pada pekerjaan,dia tak pernah peduli pada anak kita.
Namun itu semua salah. Sepeninggal suamiku. Aku menemukan dokumen2
pekerjaannya. Dan aku tak kuasa menahan tangis membaca di tiap lembar di sebuah
buku catatan kecil di tumpukan dokumen itu, yang salah satunya berbunyi:
“ Perusahaan kecil CV.Anwar Sejahtera di bangun atas
keringat yang tak pernah kurasa. Kuharap nanti bukan lagi CV.Anwar Sejahtera,
melainkan akan di teruskan oleh putra kesayanganku dengan nama PT. Syahril
Anwar Sejahtera. Maaf nak, ayah tidak bisa memberikanmu sebuah kasih sayang berupa
belaian. Tapi cukuplah ibumu yang memberikan kelembutan kasih sayang secara
langsung. Ayah ingin lakukan seperti ibumu. Tapi kamu adalah laki-laki. Kamu
harus kuat. Dan kamu harus menjadi laki-laki hebat. Dan ayah rasa,kasih sayang
yang lebih tepat ayah berikan adalah kasih sayang berupa ilmu dan pelajaran.
Maaf ayah agak keras padamu nak. Tapi kamulah laki-laki. Sosok yang akan
menjadi pemimpin, sosok yang harus kuat menahan terpaan angin dari manapun. Dan
ayah yakin kamu dapat menjadi seperti itu.”
Membaca itu, benar-benar baru kusadari.betapa suamiku
menyayangi putraku. betapa dia mempersiapkan masa depan putraku sedari dini.
Betapa dia memikirkan jalan untuk kebaikan anak kita.
Setiap suamiku pulang kerja. Dia selalu mengatakan, “ Ibu
capai? Istirahat dulu saja”
Dengan kasar kukatakan, “ Ya jelas aku capai, semua
pekerjaan rumah aku kerjakan. Urus anak, urus cucian, masak, ayah tahunya ya
pulang datang bersih. titik.”
Sungguh,bagaimana perasaan suamiku saat itu. Tapi dia hanya
diam saja. Sembari tersenyum dan pergi ke dapur membuat teh atau kopi hangat
sendiri. Padahal kusadari. Beban dia sebagai kepala rumah tangga jauh lebih
berat di banding aku. Pekerjaannya jika salah pasti sering di maki-maki
pelanggan. Tidak kenal panas ataupun hujan dia jalani pekerjaannya dengan penuh
ikhlas.
Suamiku meninggalkanku setelah terkena serangan jantung di
ruang kerjanya.tepat setelah aku menelponnya dan memaki-makinya. Sungguh aku
berdosa. Selama hidupnya tak pernah aku tahu bahwa dia mengidap penyakit jantung.
Hanya setelah sepeninggalnya aku tahu dari pegawainya yang sering mengantarnya
ke klinik spesialis jantung yang murah di kota kami. Pegawai tersebut bercerita
kepadaku bahwa sempat dia menanyakan pada suamiku:
“Pak kenapa cari klinik yang termurah? Saya rasa bapak bisa
berobat di tempat yg lebih mahal dan lebih memiliki pelayanan yang baik dan
standar pengobatan yang lebih baik pula.”
Dan suamiku menjawab, “ Tak usahlah terlalu mahal. Aku cukup
saja, aku ingin tahu seberapa lama aku dapat bertahan. Tidak lebih. Dan aku tak
mau memotong tabungan untuk hari depan anakku dan keluargaku. Aku tak ingin
gara-gara jantungku yang rusak ini mereka menjadi kesusahan. Dan jangan sampai
istriku tahu aku mengidap penyakit jantung. Aku takut istriku menyayangiku karena
iba. Aku ingin rasa sayang yang tulus dan ikhlas.”
Tuhan..Maafkan hamba Tuhan, hamba tak mampu menjadi istri
yang baik. Hamba tak sempat memberikan rasa sayang yang pantas untuk suami
hamba yang dengan tulus menyayangi keluarga ini. Aku malu pada diriku. Hanya
tangis dan penyesalan yang kini ada.
Saya menulis ini sebagai renungan kita bersama. Agar
kesalahan yang saya lakukan tidak di lakukan oleh wanita-wanita yang lain.
Karena penyesalan yang datang di akhir tak berguna apa-apa. Hanyalah penyesalan
dan tak merubah apa-apa.
Banggalah pada suamimu yang senantiasa meneteskan
keringatnya hingga lupa membasuhnya dan mengering tanpa dia sadari.
Banggalah pada suamimu, karena ucapan itu adalah pemberian
yang paling mudah dan paling indah jika suamimu mendengarnya.
Sambut kepulangannya di rumah dengan senyum dan sapaan
hangat. Kecup keningnya agar dia merasakan ketenangan setelah menahan beban
berat di luar sana.
Sambutlah dengan penuh rasa tulus ikhlas untuk menyayangi
suamimu.
Selagi dia kembali dalam keadaan dapat membuka mata
lebar-lebar.
Dan bukan kembali sembari memejamkan mata tuk selamanya.
Teruntuk suamiku.
Maafkan aku sayang.
Terlambat sudah kata ini ku ucapkan.
Aku janji pada diriku sendiri teruntukmu.
Putramu ini akan kubesarkan seperti caramu.
Putra kita ini akan menjadi sosok yang sepertimu.
Aku bangga padamu,aku sayang padamu.
Istrimu
Rina
Terima kasih Anda telah membaca renungan ini, penyesalan selalu datang terakhir. Sebelum penyesalan itu terjadi, lakukan apa yang sekiranya tidak pernah membuat penyesalan di akhir cerita....Aamiin
semoga bermanfaat
Di Terbitkan oleh Agent Of Gold → 07.45
Kategory → Sebuah Penyesalan (Kisah Nyata) » Kisah Nyata , RENUNGAN » "Benkel Akhlak"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar