Kekuatan cahaya yang paling agung berada pada Sang Khaliq, sinarnya tak mampu untuk menempati ruang Bumi dan Langit, namun mampu menempati hati yang bersih.
6 Nov 2013
WUJUDKAN HATI YANG BERSIH
WUJUDKAN HATI YANG BERSIH
MANUSIA dalam kehidupannya ditentukan oleh kualitas hatinya masing-masing, Hati yang bersih datang dari jiwa yang tenang.
Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, maka baik pulalah seluruh perbuatannya. Dan, apabila ia rusak, maka rusak pulalah seluruh perbuatannya. Ketahuilah itu adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim)
Al-Ghazali mendefinisikan hati manusia menjadi tiga bentuk, yaitu: hati yang sehat, hati yang sakit dan hati yang mati. Hati yang sehat akan berfungsi optimal, mampu memilih dan memilah mana yang baik dan yang buruk. Hati mereka kenal betul dengan Allah, sifat, af'al, kasih sayang, janji, qudrah, sunnah dan kemulian-Nya.
Berkata Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Ighatsatul Lahfan min masyayidisy Syaithan (Bekalan/Senjata untuk melumpuhkan godaan-godaan Syetan), bahwasanya hati (qalbun) itu ada tiga, yaitu:
Qolbun Salim, yaitu hati yang sehat/selamat. Itulah hatinya orang-orang yang beriman
Qalbun Maridh, yaitu hati yang sakit. Itulah hatinya orang-orang munafik.
Qalbun Mayyit, yaitu hati yang mati. Itulah hatinya orang-orang yang kafir atau musyrik
Kondisi hati yang sehat akan selalu bersyukur atas nikmat, sabar dan ridha akan taqdir dan cobaan yang diberikan-Nya. Hati yang mampu berma'rifat (mengenal Allah) ini adalah salah satu yang menjadikan manusia lebih ungul dari makhluk lainnya.
Hati yang bening inilah yang mampu menjaga prilakunya, menahan pandangannya, menjaga lisan, perut dan mampu memilih pergaulan yang baik. Hati menjadi suci dan bening karena tidak ada tingkah laku yang mengotorinya, ingatnya selalu pada Allah, istiqamahnya terus-menerus tanpa henti, da'wahnya ikhlas tanpa pamrih dan seterusnya.
Tanda hati yang sakit adalah hamba sulit untuk merealisasikan tujuan penciptaan dirinya, yaitu untuk mengenal Allah, mencintai-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, kembali kepada-Nya dan memprioritaskan seluruh hal tersebut daripada seluruh syahwatnya. Akhirnya, hamba yang sakit hatinya lebih mendahulukan syahwat daripada menaati dan mencintai Allah
Pemiliknya tidak merasa terluka akibat tindakan-tindakan kemaksiatan sebagaimana kata pepatah, tidaklah menyakiti, luka yang ada pada mayat. Hati yang sehat akan merasa sakit dan terluka dengan kemaksiatan, sehingga hal ini melahirkan taubat dan inabah kepada Rabb-nya ‘azza wa jalla.
Pemiliknya tidak merasa risih dengan kebodohannya terhadap kebenaran. Hati yang salim akan merasa resah jika muncul syubhat di hadapannya, merasa sakit dengan kebodohan terhadap kebenaran dan ketidaktahuan terhadap berbagai keyakinan yang menyimpang. Kebodohan merupakan musibah terbesar, sehingga seorang yang memiliki kehidupan di dalam hati akan merasa sakit jika kebodohan bersemayam di dalam hatinya.
Pemiliknya berpaling dari nutrisi hati yang bermanfaat dan justru beralih kepada racun yang mematikan, sebagaimana tindakan mayoritas manusia yang berpaling dari al-Quran yang dinyatakan Allah sebagai obat dan rahmat dalam firman-Nya,
وننزل من القرآن ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين
“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…” (QS. Al Isra: 82).
Pemiliknya condong kepada kehidupan dunia, merasa enjoy dan tenteram dengannya, tidak merasa bahwa sebenarnya dia adalah pengembara di kehidupan dunia, tidak mengharapkan kehidupan akhirat dan tidak berusaha mempersiapkan bekal untuk kehidupannya kelak disana.
Setiap kali hati sembuh dari penyakitnya, dia akan beranjak untuk condong kepada kehidupan akhirat, sehingga keadaannya persis seperti apa yang disabdakan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Tanda manusia yang hatinya telah mati, antara lain, kurang berinteraksi dengan kebaikan, kurang kasih sayang kepada orang lain, mendahulukan dunia daripada akhirat, tak mengingkari kemungkaran, menuruti syahwat, lalai, dan senang berbuat maksiat, meninggalkan sholat, meninggalkan sedekah dan meninggalkan zikrullah.
Simak lagu yang ditulis dan dinyanyikan Syahrul Gunawan berikut ini; *courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Ketika hati mati, mulut terkunci
Mata pun buta, telinga pun tuli
Tak satu kebenaran bisa diterima Nikmat Tuhan yang mana harus didustai
Mengakui Allah tak menyembah-Nya
Mengakui Rasul tak mengikuti sunahnya
Mengakui Qur’an tak jadi pedoman
Mengakui akhirat tak mempersiapkan bekal untuk mati
Mengakui Allah tak menyembah-Nya
Mengakui Rasul tak mengikuti sunahnya
Mengakui Qur’an tak jadi pedoman Mengakui akhirat tak mempersiapkan bekal untuk mati
Mengakui Allah tak menyembah-Nya Mengakui Rasul tak mengikuti sunahnya Mengakui Qur’an tak jadi pedoman Mengakui akhirat tak mempersiapkan bekal untuk mati
Ketika hati mati, mulut terkunci
Hati yang mati itu tidak ada bedanya dengan jasad yang sudah tidak bernyawa. Walaupun sudah dipukul, dicubit, bahkan diiris sekalipun, ia tidak akan merasakan apa-apa. Bahkan saat melakukan perbuatan baik atau burukpun itu merupakan hal yang biasa-biasa saja, tidak ada nilainya sama sekali. Orang yang sudah mati hatinya itu lebih parah atau hina daripada orang yang telah mati jasadnya. Orang yang telah mati jasadnya, ia tinggal dikubur dan langsung berurusan atau bertanggungjawab dengan Allah Subhanahu Wa Ta Ala, atas semua perbuatannya di dunia. Tapi sebaliknya, orang yang telah mati hatinya ia akan terus mengganggu umat manusia dan selalu melakukan perbuatan zhalim dan tidak berguna.
Hati adalah pusat kebaikan dan kejahatan. Hati adalah ibarat Raja yang punya hak veto dalam memerintah seluruh anggota jasmani untuk berbuat baik atau jahat. Oleh karena itu bersihkanlah ia, beningkanlah dari segala kotoran, isilah dengan sifat-sifat yang baik agar ia tetap terang benderang. bersinar dan bercahaya serta mudahnya berbalik terus dalam kebaikan dan taqwa.
Maha Suci ALLAH, Dzat yang menguasai segala-galanya dengan Maha Cermat dan Sempurna. Dzat yang Maha Tahu apa pun yang kita lakukan, tidak hanya lirikan mata, tapi juga niat di balik setiap lirikan mata. Tidak hanya kata yang terucap, namun juga niat di balik setiap patah kata.
Berbahagialah bagi orang-orang yang selalu menyadari bahwa ALLAH Maha Menatap, Maha Mendengar, dan Maha Menilai segala apa yang kita lakukan. Sebab pastilah tidak ada yang luput dari genggaman-NYA, walau setitik noktah pun. Pastilah pula ALLAH akan memberikan ganjaran yang setimpal dan balasan (siksa) yang setimpal pula dari setiap yang kita lakukan.
Apa pun yang kita perbuat sebenarnya adalah pancaran dari kalbu kita. Seumpama sebuah teko, ia hanya akan mengeluarkan isi yang ada di dalamnya, jika di dalamnya air kopi, maka yang keluar juga air kopi. Bila di dalamnya air teh, maka yang keluar juga air teh, begitu seterusnya. Dan begitu pula dengan perilaku lahiriah kita adalah cermin kalbu kita yang sesungguhnya.
Apabila seorang hamba, kalbunya telah bersih, bening, dan lurus, karena telah terkelola dengan baik akar tercermin pula dari perilaku lahiriahnya. Di antaranya dapat dilihat dari raut muka atau wajah, karena kalau hati cerah, ceria, senang, tulus, dari wajah juga akan tersembul pancaran ketulusan, dan senantiasa memancar energi yang membahagiakan orang lain.
Mungkin wajahnya tidak begitu cantik, kurang jelita, mungkin kulitnya hitam, mungkin hidungnya tidak begitu mancung, boleh jadi alisnya kurang begitu simetris, atau wajahnya ada kekurangan, katakanlah ada cacatnya, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kalau hatinya bening, jernih, dan tulus ia akan senantiasa memancarkan sinar keindahan, kesejukan, dan kenyamanan.
Orang yang hatinya bersih akan tercermin pula dari kerapian dan kebersihan di lingkungan sekitarnya. Kita sepakat bahwa kumal, kusut, kotor, dan bau adalah sesuatu yang tidak kita sukai. Namun, entah mengapa sebagian kita ada yang malas merawat diri. Bahkan enggan menyisir rambutnya agar kelihatan rapi. Bukan tidak boleh punya rambut bermode, tapi yang lebih penting adalah bagaimana agar ketika orang lain melihat penampilan kita, pikirannya tidak menjadi jelek.
Ketika suatu waktu lewat di depan taman kota, terlihat ada sekelompok pemuda dengan potongan rambut landak gaya duran-duran, punk, dan ada juga yang dicat pirang. Tentu saja ini akan membuat orang lain berpikir jelek tentang mereka.
Maka, pastikan rambut kita selalu tersisir rapi. Pada kaum laki-laki, tidak usah diperbudak oleh mode. Intinya, kalau orang lain melihat penampilan kita, orang itu menjadi cerah, tenteram, senang, dan merasa aman. Tidak usah pula centil dengan menempelkan segala atribut, gambar tempel, atau juga tanda jasa supaya orang lain tahu siapa kita, buat apa? Semuanya harus wajar, proporsional, dan tidak berlebih-lebihan.
Bagi seorang wanita yang memiliki hati yang bersih akan terpancar pula dari penampilannya yang tidak over acting, tidak berdandan mencolok, semuanya serba wajar dan proporsional. Hal ini menjadikan orang yang melihatnya juga menjadi enak, wajar, dan normal, walaupun tidak dipungkiri bahwa setiap orang punya standar penilaian yang berbeda-beda. Namun, yang terpenting adalah penilaian menurut ALLAH Subhanahu Wa Ta Ala. Kalau orang-orang yang berpenyakit hati kadang-kadang penilaiannya selalu negatif, walau sebenarnya kita sudah melakukan yang terbaik.
Pancaran bersih hati lainnya akan tampak terealisasikan pula dari struktur bibir atau senyuman. Pastilah kita akan enak kalau melihat orang lain tersenyum kepada kita dengan tulus, wajar, dan proporsional. Dan senyum itu bukanlah perkara mengangkat ujung bibir –itu perkara tipu-menipu– tapi yang paling penting adalah keinginan dari dalam diri untuk membahagiakan orang yang ada di sekitar kita, minimal dengan sesungging senyuman, tentu saja dilanjutkan dengan sapaan tulus, ucapan salam, ”Assalamu’alaikum”, keluar dari hati yang ikhlas, insya ALLAH ini akan membuat suasana menjadi enak, tenteram, dan menyenangkan.
Suatu yang patut kita renungkan, saat duduk di masjid sewaktu shalat berjamaah atau juga acara majelis taklim, kadangkala kita suka enggan menyapa orang di samping kita, sepertinya ada tabir atau benteng yang kokoh menghalang. Padahal yakin sama-sama umat Islam, yakin sama-sama mau sujud kepada ALLAH. Kalau kita ada dalam kondisi seperti ini seharusnya tidak usah berat untuk menyapa duluan. Mengapa kita ini ingin disapa lebih dulu?
Etikanya memang, yang muda kepada yang tua, yang berdiri kepada yang duduk, yang datang kepada yang diam. Namun sebaiknya, mumpung kita punya kesempatan, lebih baik kita yang duluan menyapa. Kalau kita sebagai bapak, saat pulang kerja ke rumah cobalah tebarkan salam, ”Assalamu’alaikum anak-anakku sekalian!” dibarengi senyuman ramah dan belaian sayang, daripada marah-marah, ”Anak-anak diam, Bapak lagi capek! Seharian Bapak membanting tulang memeras keringat, tiada lain hanya untuk menghidupi kalian tahu!?” Wah, kalau begini pastilah anak-anak tidak akan merasa aman dan nyaman….
Juga para bos, pimpinan, direktur, manajer, ketua kelas, wali kelas, atau siapa saja yang jadi atasan, jangan sampai seperti monster.
Apa itu monster?.... Yaitu makhluk yang kehadirannya ditakuti. Kalau kita datang orang jadi tegang, panik, jantung berdebar kencang, dibarengi badan yang berguncang hebat. Ini berarti apa yang salah pada diri kita, maka sudah seharusnya sapaan kita itu tidak hanya mengoreksi, mengkritik, tapi juga berupa penghargaan, pujian, ucapan-ucapan doa yang tidak harus ada hubungannya dengan masalah pekerjaan. Artinya kalau orang lain bertemu kita, haruslah orang lain itu merasa aman.
Kalau mau bicara, sapaan kita juga harus aman, harus bersih dari membuat orang lain terluka. Pokoknya kalau orang lain datang, orang itu harus merasa aman. Ini ciri-ciri orang yang pengelolaan kalbunya sudah bagus. Kata-kata, lirikan mata, sikap diri kita harus kita atur sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kebahagiaan bagi orang lain, sebab hati tidak bisa disentuh kecuali oleh hati lagi.
Maka, berusahalah agar keluarga kita, orang-orang di sekeling kita merasa aman dan senang ketika dekat (berinteraksi) dengan kita. Jangan sampai ketika dekat kita, mereka merasa ketakutan, tidak aman, hingga akhirnya keluarga kita mencari rasa aman dengan orang-orang di luar kita, yang belum tentu berperilaku baik.
Para guru jangan sampai membuat panik para muridnya, ketika lonceng tanda masuk berdentang, haruslah murid merasa bahagia. Jangan sampai sebaliknya, ketika bapak/ibu guru masuk semua menjadi panik, jadilah guru yang dinanti-nanti kehadirannya oleh murid-murid kita.
Sudah seharusnya menjadi cita-cita jauh di lubuk hati kita yang terdalam untuk bertekad menjadi seorang pribadi bersih hati yang selalu dicintai dan dinanti kehadirannya, karena sungguh akan sangat berbahagia orang-orang yang sikapnya, tingkah lakunya, membuat orang di sekitarnya merasa aman. Karena prilaku kita adalah juga cerminan kondisi kalbu kita. Kalbu yang bening, maka tingkah lakunya akan bening menyenangkan pula. Hal ini tiada lain buah dari pengelolaan kalbu yang benar, sungguh-sungguh dan istiqomah insya ALLAH.
Dikutip dari berbagai sumber: diantaranya Al-Bahr ar-Raiq karya Syaikh Ahmad Farid , Muslim.Or.Id
Di Terbitkan oleh Agent Of Gold → 06.41
Kategory → WUJUDKAN HATI YANG BERSIH » ARTIKEL ISLAM » "Benkel Akhlak"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar